Kamis, 17 Februari 2011

Lihatlah Betapa Aku Mencintainya

Hari ini aku lelah sekali. Sisa waktu yg kupunya kugunakan untuk menghibur diri berinternet ria. Tahukah kalian yang aku alami hari ini?

Hari ini seharusnya kuliahku libur, namun jadwal workshop di hari kedua mengharuskan aku untuk datang mencari ilmu. Pangeranku tidak ada kabar sejak pagi, memang ia bilang akan datang lebih siang, itu pun tanpa kuwajibkan. Aku pun turun ke tokoku, teringat pangeranku yg akan datang siang nanti, aku berinisiatif membawa wafer cokelat favoritnya, aku ingat jelas ia pernah bilang soal itu. Aku pun membawa bekal demi menghemat pengeluaranku dan pangeranku, dengan porsi cukup banyak. Dan sebotol air mineral tentunya. Aku bahkan membawa minyak angin yg wanginya ia sukai, pangeranku pasti pegal karena kebanyakan begadang, aku mengerti itu. Dan aku mulai semangat membayangkan pertemuan siang nanti.
Berkat sepatu baruku yg kupakai seharian kemarin, kakiku sakit, mungkin lecet. Dan tidak kusangka rasa sakitnya belum hilang hingga hari ini, plester yg kutempel di sisi sakit tak banyak membantu. Selama dirumah jalanku aneh selama memakai sepatu dengan sedikit hak itu. Tapi diluar rumah sebisa mungkin kutahan sakitnya dan mewajarkan cara jalanku.
Maka dengan mengendarai ojek aku sampai ke gedung J2, yg sbnrnya bisa dibilang jauh2 dekat dr kampus utamaku di J1. Aku sudah mulai mempersiapkan mental, hari ini akan lebih berat karena aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri, tanpa pertolongan pangeranku. Aku dekati Vani, teman baruku yg sebenarnya belum begitu akrab, berhubung hari ini tampaknya aku akan kesepian krn kenalanku hanya Vani di workshop ini. Aku belum akrab dgn yg lain.

Aku datang cukup pagi, workshop tampaknya masih akan lama lagi dimulainya. Selama itu kucoba telepon pangeranku, tidak pernah diangkat. Mungkin ia masih tidur, toh masih pagi. Aku jadi tidak enak, takut mengganggu istirahatnya, ia pasti lelah begadang lagi. Sepi juga menghabiskan waktu tanpa pangeranku, aku kesepian di tengah keramaian. Vina asyik mengobrol dengan gerombolan teman2nya, dan aku di pojokan, menyendiri tanpa kenal siapapun selain dia. Sekali lagi kusemangati diriku dengan membayangkan Senpai Afry, pangeranku, akan datang siang nanti, dan kami akan makan siang bersama. Untuk menghabiskan waktu, akhirnya aku membuka juga wafer cokelat itu sebagai cemilan, toh hanya akan kumakan sedikit. Sisanya aku ikat erat untuk pangeranku tercinta.

Akhirnya workshop dimulai. Aku pun sibuk dengan workshopku. Biar begitu sesekali kusempatkan sekedar telepon dan SMS pangeranku. Teleponku tak pernah diangkat, SMS pun tak mendapat respon. Aku menenangkan diri dengan berpikiran positif, siang nanti ia pasti sudah muncul di kampus ini, mengagetkanku. Ia selalu muncul tepat disaat kubutuhkan.
Hingga workshop hampir berakhir pangeranku tak merespon panggilan dan SMSku. Aku mulai pesimis. AKu meneleponnya lagi. Benar dugaanku, suaranya masih serak, ia baru bangun. Ake kecewa, tapi coba menjaga suaraku, kusuruh ia melihat jam. Pangeranku hanya terkekeh dan minta maaf, aku hanya bisa mengingatkannya untuk mandi dan shalat dzuhur. Selanjutnya ia baru memberi tahuku, ia batal menemuiku hari ini karena seluruh badannya pegal2.

Awalnya aku marah, sangat kecewa. Pengorbananku membawa kotak makan besar di tas khusus yg seharian ini berat2 kubawa, sia2. Kegembiraanku membayangkan kebersamaan ini sia2. Wafer cokelat yg sengaja kubawa untuknya pun tak jadi kami nikmati bersama. Dan minyak angin yg kubawa itu pun tak bisa berguna apa2. Mulai saat itu mendadak aku down, ragaku ada disana tapi pikiranku bergelut dengan kekecewaan dan rasa mengkasihani diri. Sudah terbayang di kepalaku aku akan kesulitan pulang dari sini, berjalan kaki menahan sakit karena sepatu yg menyiksa ini menuju pangkalan ojek yang jauh. Sambil makan, tanpa menikmati makananku sama sekali, aku mencoba mentabahkan diri, menenangkan kemarahanku.
Di sebelahku Vani dan sekumpulan teman2nya makan bersama sambil bercerita2 seru, aku mendengar ceritanya, tapi tak menikmatinya.

Aku merenungkan perasaanku, merenungkan kekecewaanku, dan menemukan bahwa aku tidak seharusnya kecewa dan marah pada pangeranku. Aku memang tidak mewajibkannya datang hari itu, aku sekedar mengajak, walau aku tidak yakin bisa melalui hari ini sendiri, aku memang terlalu bergantung padanya. Bahkan kemarin aku belagak tidak butuh bantuannya dan menggampangkan soal diriku demi menenangkannya, berharap ia tidak datang agar ia bisa istirahat sejenak di rumahnya, walau nyatanya aku tidak akan bisa pulang dari sini sendiri berhubung akses transportasi terbatas. Dan lagi kakiku yg sakit ini tidak memungkinkanku berjalan hingga ke parkiran ojek yg cukup jauh dari sana.

Aku ingat, ini urusanku sendiri, sudah bagus kemarin ia mau susah2 datang dan membantuku, padahal ia tidak punya hubungan apapun dalam urusanku hari ini. Toh ia bukan supirku.
Dan aku ingat sikapnya setiap kali aku mengecewakannya, ia begitu tenang dan memaklumiku dengan bijak. Maka sangat tidak etis jika kali ini aku tidak berbuat demikian juga padanya.
Dan bukan salahnya kakiku sakit, salahku sendiri memaksakan memakai sepatu yg tidak nyaman itu.
Aku pun ingat ketika ia sakit dan masih memaksakan diri datang jauh2 menemuiku demi membantu urusanku. Ia tidak memberitahu saat itu bahwa ia sakit, aku benar2 menyesal, khawatir, sekaligus terharu melihat pengorbanannya itu. Sebenarnya ia pun sakit karena terlalu banyak keluar rumah denganku, ia pasti kecapekan meladeni semua acara yg kucetuskan. Bahkan saat sakit pun ia masih berusaha membantuku. Aku takut, sangat takut itu terulang lagi, aku takut ia sakit lg karenaku. Ia memang rapuh, dan karena itu aku harus menguatkan diri.

Mengingat itu kemarahanku luntur. Bagaimanapun marahnya aku, aku tetap mencintainya. Dan saat ini tercetus pikiran yg spontan menguatkanku, bahwa lebih baik aku yg sakit drpd aku menyebabkannya sakit lagi. Toh hari ini ia tidak bisa datang karena pegal2, jangan sampai ia semakin lemah lagi hingga jatuh sakit, karena kutahu rumahnya sangat jauh dr sini. Kekuatanku yg begitu besar, yg melelehkan hatiku dan memusnahkan amarahku adalah cintaku kepadanya. Egoismeku ciut seketika.
Lihatlah, betapa aku mencintainya. Ketika aku marah, kecewa, dan ketika aku kesulitan seperti ini pun aku masih lebih mengkhawatirkannya dibanding diriku sendiri.
Akhirnya kukeluarkan inisiatif, berhubung pangkalan ojek hanya ada di sebelah kampus utamaku yg cukup jauh dicapai dgn berjalan kaki, dan tidak ada alternatif transportasi lain, aku coba mencari teman yg searah denganku. Kutanya Vani, untunglah ia bilang akan ke kampus dulu seusai workshop dan aku boleh menumpang di motornya. Aku lega, ini tak sesulit bayanganku.

Walau telah sampai di gerbang kampus, aku tetap harus melalui perjuangan yg sulit, berjalan ke pangkalan ojek yg biasanya, tapi kali ini dengan rasa sakit di kakiku dan lelah yg teramat sangat. Perjalanan cukup jauh memang, tapi biasanya tidak terasa karena kulalui dengan gembira, kali ini perjalanan begitu menyiksa dengan sepatu baru pembuat onar itu.
Tapi kembali aku mengingat perjuangan yg dilakukan pangeranku untukku, saat ia jauh2 datang ketika sakit, dengan perjalanan yg jauh lbh berat dr rumahnya ke kampus hanya untuk membantuku. Rasa sakitku ini bukan apa2 dibanding perjuangannya, toh ia tidak memiliki tanggung jawab atas lecetnya kakiku. Ini tak ada hubungannya dengannya, jadi aku tak boleh menyalahkannya karena ini.

Akhirnya aku selamat sampai pangkalan ojek, dengan lega aku langsung naik ke motor setelah memberitahu tujuanku. Di rumah aku gempor, aku langsung membersihkan diri, shalat ashar, lalu tertidur di kamar sejukku.
Dan dalam tidurku pun aku masih mencintainya, karena selalu hanya ia yg kupercaya masuk ke mimpiku mendampingiku.

Cheeseku tersayang, aku nulis ini bukan untuk ngeluh ke kamu. Bukan bermaksud buat bikin kamu merasa bersalah jg. Buat aku hari ini aku gpp, toh sbg pelajaran jg biar aku mandiri. Aq cuma pingin kamu tau betapa aku bisa begitu lemah klo berhadapan dgn rasa cinta ini. Aku cm mau kamu tau kalo rasa cinta aku bahkan bisa mengalahkan egoismeku sendiri, kuharap itu bukti yg cukup menunjukkan besarnya perasaan sayangku ke kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar