Hari ini sebenarnya aku terbangun dengan lemas, karena telepon Rindhya yg ingin berkunjung ke rumahku. Bagaimana tidak, semalam aku tidur sekitar jam satu lewat, keasyikan meladeni pangeranku chatting. Rasanya tidak pernah puas berkomunikasi dengannya, selalu senang dan selalu tidak cukup. Dan pagi ini, ketika aku mandi, terdengar dering khas HPku memanggil, jelas itu dari pangeranku dan ini pasti penting. Dari SMS ia menanyakan modemnya yg dulu kupinjam, ya, aku selalu lupa mengembalikannya. Seusainya aku mandi aku segera menghubunginya balik, meminta maaf karena tidak mengangkat panggilan darinya. Ternyata ia sedang dalam perjalanan ke kampus yg notabene dekat dengan rumahku. Agaknya ia sedang membutuhkan modem itu, maka kuusulkan untuk menyusulnya nanti setelah aku mempersiapkan diri.
Dari SMSnya kutahu ia pasti belum makan. Dengan inisiatifku sendiri, kubawakan bekal dengan porsi cukup banyak untuk kami makan berdua. Tidak lupa juga kusiapkan cemilan untuknya, brownies yg kebetulan sedang distok di rumah. Soal Rindhya ingin berkunjung kusisihkan sebentar, toh rumahnya pun tidak jauh dari kampus.
Dengan baju seadanya, aku berangkat ke kampus. Saat sampai ke lobi kutemukan sosoknya dengan laptop menyala di depannya, sedang berbincang dengan beberapa temannya yg tidak kukenal. Aku diberi kesempatan kenalan walau sebenarnya tak begitu peduli dengan mereka. Hari ini kukira akan menjadi hari kami berdua. Beberapa saat kemudian teman2nya itu pergi, kini kesempatanku membujuknya untuk mencari tempat yg lebih tepat untuk membuka bekal kami. Kuajak ia ke lantai atas.
Baru saja kami sampai dan mendudukkan diri di tempat yg menurut kami cukup nyaman (karena ada colokan buat charger laptop, hehehehehe!). Panggilan dari Rindhya membuat handphoneku berdering, ternyata ia malah sudah berada di depan rumahku. Kusuruh ia menyusul ke kampus, biarlah acara ini kubagi bertiga.
Sedatangnya ia, sekonyong-konyong Rindhya langsung duduk di hadapan kami dengan wajah gaharnya. Kutanya apakah ia sudah makan, ternyata ia sama sepertiku dan pangeranku, datang dengan perut kosong. Saat itu aku sedang mulai membuka bekalku, sementara kusodorkan browniesku kepada sohibku itu. Terdorong rasa tidak enak, kubagi tiga bekalku untuk kami makan bertiga secara bergantian. Biarlah, kuanggap ini wujud dari rasa kebersamaan. Aku sangat tau, Rindhya tidak tahan lapar karena makan adalah hal terpenting dalam hidupnya, essensi hidupnya. Maka jika manusia membutuhkan makan untuk hidup, Rindhya adalah tipikal orang yg hidup untuk makan. Baginya makan adalah panggilan jiwanya. (Lho?!?!?)
Kami sempat berbincang bahkan berdiskusi kritis disana. Bahasannya universal, kebanyakan tentang daerah2 sekitar timur tengah. Tentang yahudi Israel, tentang Saudi Arabia, bahkan tentang Mesir yg sedang bergolak. Obrolan kami terdengar seperti perbincangan mahasiswa berintelektualitas tinggi yg biasa mendatangi seminar2 dengan istilah2 yg sulit dicerna bahkan sulit diucapkan oleh orang awam. Padahal kami hanyalah 3 mahasiswa tunas bangsa dodol yg akan membuat jiwa2 pejuang kemerdekaan kelojotan malu di kuburnya karena inovasi tak bermutunya.
Kami mulai bosan, rasa lapar mulai memanggil lagi. Dan bermula dari usul untuk membeli pop ice, rencana beralih menuju ke usulku, untuk makan mie ayam unik di sebelah warung milik pangeranku. Mie ayam disana beda, selain karena mienya buatan tangan pemilik warung itu sendiri, mie terbagi dalam beberapa jenis, antara lain mie bayam, mie stroberi, mie wortel, dan ada pula mie telor biasa. Semuanya, tak perlu diragukan, halal dan bersih, dan yg juga tak perlu diragukan lagi, kesemuanya lezat. Berhubung Rindhya belum pernah mencicipinya, aku dengan bangga merekomendasikannya. Lagipula, sudah lama aku tidak main ke daerah sekitar warung pangeranku.
Maka rencana dijalankan, aku meminta izin untuk pulang sebentar bersama Rindhya sekedar mengambil helm, sementara pangeranku menunggu di kampus. Perjalanan kami sempat terganggu dengan seorang anak alay bermotor yg menghambat laju motor kami, puas kami melampiaskan amarah kami melaju lagi. Di rumah kuturunkan bawaan2 beratku yg tidak terlalu perlu dibawa, kuambil helm dan kembali kami ke kampus.
Di kampus aku berpindah tumpangan ke motor pangeranku, sahabatku Rindhya selalu mengerti aku dan tau apa yg aku mau, ia memakluminya. Maka dimulailah perjalanan kami menuju kawasan Bekasi Timur. Waktu menjelang sore, dan selama perjalanan aku sangat gembira. Sebenarnya aku serba salah disana, mengingat Rindhya sahabatku itu baru patah hati, aku takut terlihat terlalu mesra hingga menyakiti perasaannya. Selama di motor kupegang pinggang pangeranku secukupnya, cuma kupeluk sesekali saja.
Sampai di lokasi tujuan, kutegur dulu calon mertua, ups, maksudnya ibu dari pangeranku yg sedang menjaga warung kelontongan sederhananya. Setelah kutemui dan kusalam, aku pamit untuk ke warung sebelah, bersiap menyantap mie ayam yg santer kelezatannya. Rindhya kuperkenalkan pada mie ayam bayam, sedangkan aku sendiri ingin mencoba mie ayam wortel yg masih asing bagiku. Dengan warna mie yg menarik dan aroma yg menggoda iman, semakin menggelitik selera makan kami. Kami makan dengan riang dan damai, ternyata mie wortelnya tidak kalah enak dengan mie bayam, sangat memuaskan seleraku. Lain kali aku berjanji akan mencoba mie stroberinya juga, karena tujuan awalku sebenarnya adalah mencicip mie stroberi, namun karena kehabisan aku berpaling pada mie wortel.
Selesai makan mie ayam, Rindhya yg doyan makan itu bahkan masih tertarik untuk membeli es kelapa di sebelah warung pangeranku. Aku cuma bisa menahan begah ketika disajikan segelas es kelapa untukku. Hasilnya aku malah menyuapi pangeranku es kelapa milikku itu, dan aku bahagia melihatnya lahap menghabiskan es tsbt. Aku senang jika ia tambah subur, berhubung tubuh pangeranku memang tipis.
Aku dan Rindhya pamit untuk pulang, tapi sebelumnya Rindhya minta agar ditunjukkan rumah teman kami, Robert, yg tidak jauh dari sana. Maka melajulah kami bertiga, aku masih diboncengan pangeranku. Setelah cukup lama di perjalanan, kami jumpai 2 toko, kami bimbang yg mana toko milih Robert. Ragu, kami memutuskan untk menelepon, sayangnya Robert ternyata tidur. Karena hanya iseng dan tidak berniat mengganggu, kami memutuskan untk kembali.
Sepanjang jalan mendung menggerayangi kami, dan sayangnya hujan mulai mengucur. Rindhya mengujukan inisiatif menakjubkan, untuk kembali ke warung pangeranku sekedar berteduh. Ia cukup tau aku mudah sakit, dan ia cukup tau tanggung jawab yg ia pikul karena tlh membawa pewaris tunggal keluargaku ini. Ia cukup tau konsekuensinya jika menyebabkanku sakit, orangtuaku pasti menyalahkannya saking cemasnya. Aku sendiri senang dengan inisiatifnya, ini berarti bertambah lagi waktu untuk kebersamaan kami. Aku punya waktu lebih untuk melihat wajah pangeranku yg kucintai sekaligus kuidolakan itu.
Hari beranjak gelap, kuputuskan untuk menunggu magrib dulu disana agar tak magrib dijalan, kuhabiskan waktu dengan berbincang di warung kecil milik pangeranku. Ketika adzan berkumandang, aku meminta izin untuk numpang shalat. Pangeranku mempersilahkanku untuk shalat di rumah neneknya di sebelah warung, yg juga berarti aku harus beramah tamah dulu dengan beberapa saudaranya penghuni rumah tsbt. Salting menyerangku, tak habis aku tersenyum dan tersipu2, pipiku pasti sudah memerah. Rasanya senang sekaligus segan disambut scr terbuka oleh keluarga pangeranku, dalam hati aku berdoa semoga ini dapat memuluskan jalanku untuk menjadi pendampingnya.
Aku diberi kehormatan untuk shalat di kamar neneknya. Sebenarnya hatiku menjerit2 senang saat itu.
“OMG OMG OMG, I’m in his GRANDMOTHER’S ROOM!”
Histeria aneh menyerang jiwaku, membuatku gembira sekaligus tak percaya. Entahlah, perasaanku seperti mengidolakan bintang besar dan tak percaya bahwa sekarang aku sedang berada di kamar nenek bintang tsbt.
Yah, caraku mencintai pangeranku cukup aneh. Aku mencintainya sekaligus mengidolakannya. Maka kadang tingkahku layaknya fans yg bertemu idolanya. Terkadang mataku diam2 mencuri pandang mengagumi wajah teduhnya, menatap ekspresi tengilnya, memperhatikan gaya tertawanya, menyimpannya di memoriku lalu tertawa sendiri di dalam hati sembari mengamati setiap laku sikapnya, seolah2 aku ini penggemar rahasianya. Hey, aku kan pacarnya! Kadang aku sendiri merasa aneh dengan tingkahku yg mengidolakan pacar sendiri ini. Mungkin orang2 lain merasa terlalu sering menjumpai pacarnya sehingga tidak menganggap hal tersebut istimewa. Namun berbeda denganku, setiap melihatnya aku bersyukur, setiap memandangnya aku kembali jatuh cinta, dan semakin memperhatikannya aku semakin terpesona. Semakin sering kulihat dia, dia semakin terlihat indah berkilauan. Begitupun hari ini, aku beruntung dapat menjumpai gaya enjoynya di kediamannya sendiri, sisinya yg berbeda, dengan perannya kini sebagai anak lelaki di tengah keluarganya. Sungguh aneh menyadari anak lelaki tengil yg sedang berada ditengah keluarganya ini…sekarang milikku…maksudku kekasihku satu2nya. Dan dia hanya mengistimewakan aku, satu2nya juga. Aku baru kali ini dianggap istimewa di lingkungan keluarga lain yg bukan keluargaku. Maklum, pengalamanku cekak kalau soal pacaran.
Kembali ke alur cerita. Seusainya aku shalat, kuingatkan pangeranku untuk shalat. Dan aku siap menunggu saat2 favoritku, saat ia terlihat semakin keren yaitu…setelah mengambil wudlu. Itulah saat yg menurutku mempesona, dgn paduan rambutnya yg basah terkena air dan alis tebalnya, aku tidak mau mengakui kalau itu seksi…tapi itu…menggoda…hmm tepatnya menggemaskan. Disitulah aura pesonanya keluar dengan penuh. Dan setelah ia masuk kamar untuk solat, aku hanya menahan jerit gemas mengingat fenomena indah tadi, saat ia menarik rambut basahnya ke belakang. Aku suka hari ini, aku merasa sangat beruntung menjadi tamu istimewa di rumah cowok yg istimewa di hatiku. Dan aku suka melihat beragam ekspresinya bersama keluarganya di kediamannya sendiri, melihat sisi berbeda dari dirinya.
Kami tertahan di rumah nenek pangeranku, di halaman depannya terpampang meja jualan nasi uduk milik saudaranya yg lain. Disitulah kami dijamu dengan nasi uduk, aku menolak makan karena telah kenyang. Kutunggui sahabatku dan pangeranku makan di samping kiri kananku, sementara saudara pangeranku ikut duduk menimang anaknya di dekat kami. Aku senang mereka berbincang seolah aku seseorang yg spesial, aku suka dijadikan topik utama jika itu disangkut pautkan dengan pangeranku. Aku senang diakui sebagai sesuatu yg spesial, dan aku tidak pernah merasa sespesial ini. Aku suka jika bahasan tentangku terkait dengan pangeranku, aku selalu senang dikait2kan dengannya seolah kami satu paket. Bahkan aku senang ketika Rindhya menggodaku hingga aku tersipu malu. Walau kelihatannya aku keberatan dengan ledekannya, tapi aku senang diceng2in dengan pangeranku, aku tidak keberatan sama sekali.
Tibalah saatnya kami pamit. Aku kembali ke warung ibu dr pangeranku untuk pamit. Karena khawatir dengan udara dingin pasca hujan yg akan membahayakanku, pangeranku meminjamkan jaket khasnya padaku, jaket yg seringkali ia pakai. Aku segan sekaligus senang, wanginya pasti tertempel pekat disana dan aku ingin menciumi harum itu sepuas2nya. Aku ingin segera memeluk jaket itu tapi…aku takut merepotkannya. Untungnya pangeranku telah menyediakan jaketnya yg satu lagi, ia berhasil meyakinkanku bahwa ia sama sekali tidak dirugikan. Terakhir kali aku sempat menatap matanya, jengah, itulah yg kurasakan ketika hanyut ke kedalaman tatapannya. Mungkin ia tidak sadar momen ini kurekam di ingatanku.
Selama perjalanan pulang, terputar kembali rekaman peristiwa menyenangkan seharian tadi. Aku tersenyum2 sendiri di motor, semua di pandanganku terasa indah ketika aku bahagia seperti ini. Tetes2 gerimis hujan di helmku terlihat bling2 seperti lampu disko yg menarik. Angin malam yg dingin menusuk terasa bagai belaian syurgawi dan helm Rindhya di depanku terlihat seperti pentol korek api (Lho?!?!). Bahkan mungkin aku tidak akan merasa sakit jika dicubit dalam keadaan seperti ini. Ketika sampai di perbatasan Bekasi Barat, mulai terlihat susunan mall2 megah nan kemilau melatari luasnya kalimalang yg mengalir tenang. Dan semua itu terlihat seperti susunan istana2 negeri dongeng beserta danau indahnya di pandanganku. Sepanjang perjalanan aku memakai jaketnya, dan selama itu aku merasa seperti didekap olehnya, rasanya hangat dan nyaman. Sesekali aroma khasnya menggelitik hidungku manja dari jaketnya. Aku benar2 sedang kasmaran sekarang, dan anehnya aku kasmaran dengan cowokku sendiri dan selalu begini setiap selesai melalui hari2 indah dengannya.
Ia hebat karena membuatku jatuh cinta, tapi ternyata ia lebih hebat lagi karena dapat membuatku jatuh cinta berkali-kali.
Everytime I see you, I fall in love (again) with you…
My prince, see how much I love you!
How can you’re so beautiful and wonderful?
I’m lucky to be with you…as your princess
Tidak ada komentar:
Posting Komentar