Kamis, 15 September 2011

Mekarsari, Memekarkan Kenangan Kami

Bermula dari sebuah ide dari seorang sahabat. "Jalan rame2 yuk!"
Walau mendadak, mulailah plan disusun. Diawali dengan plan A, lalu merancang cadangan plan B.
Benar saja, pada akhirnya plan A yg didiskusikan tidak dapat terpakai. Jadilah kami mengusung plan B sbagai kputusan terakhir, kita jalan ke Mekarsari. Tempat yg bisa dibilang tdk familiar untukku dan Afry, pangeran imutku. Ada 6 org yg masuk dlm list peserta jalan2, 3 cewek & 3 cowok. Menurutku rencana ke Mekarsari tdk buruk juga, sepertinya kami (dan hubungan percintaanku) perlu refreshing.

Ide mulai berantakan setelah salah satu peserta molor 1 jam, menjadi pukul 10 lewat. Berangkatlah kami siang terik itu dengan konvoi motor saling memboncengi. Kondisi jalan yg padat dan terik sudah menguras tenaga kami. Apalagi debu2 dari truk2 besar yg lewat mulai membuat kami kucel di jalan, aroma kami mulai tidak mengenakkan. Kami bersyukur ketika akhirnya sampai di lokasi tujuan, meski tampilanku sudah amat berantakan. Mampirlah kami pada toilet di depan yg langsung menyambut mesra. Kami pun menyegarkan kembali diri kami, membasuh debu2 kami atau sekedar membenahi dandanan.

Seusainya kami membenahi diri. Kami bersiap memasuki gerbang.
Bingung, itulah yg menyiksa kami saat itu, kami tidak tahu arah tujuan. Kami layaknya turis yg terdampar ke negara asing. Tidak ada yg familiar dengan tempat itu, lagipula disini sepi. Akhirnya kami hampiri tempat informasi.
Ternyata dari pintu gerbang, cukup jauh jaraknya untuk mencapai wahana2 rekreasinya. Pada awalnya kami ingin menaiki mobil khusus disana. Namun berhubung tiap org harus membeli tiket, kami lebih memilih berjalan kaki, toh kami masih remaja2 kuat yg penuh semangat. Pikir kami, pasti tak terasa perjalanannya.
Ternyata...SALAH...
Berbekal peta yg didapat di stand informasi tadi, kami (dengan sok tau) memutuskan ke menara pandang untuk mengetahui seberapa jauh perjalanan kita dan apa yang akan kita tuju.
Menara pandang terlihat begitu lengang (dan tak terurus), terdiri dari sekitar 6 lantai dan tebak apa yg menyambut kami. Liftnya tidak menyala.
Intinya kami harus bersusah payah menaiki lantai demi lantai menara tsbt. Untungnya kami sudah cukup melihat jelas dari lantai ketiga, wahana2 asyik ternyata memang cukup jauh. Lelah sudah menjalari kami semua, apalagi karena ritual naik tangga tadi. Dan karena hari telah siang, kami memutuskan untuk makan siang dahulu, mengisi tenaga untuk perjalanan kami selanjutnya. Perjalanan belum berakhir...
Kami memang sedari tadi sudah menemukan restoran KFC kecil yg cukup nyaman untuk setidaknya berteduh dari teriknya mentari siang ini. Apalagi dahagaku merindukan minuman dingin penyemangat dengan es batu dan embun yang menetes-netes diluar gelas. Setelah menimbang dan memutuskan, kami semua memesan paket yang sama dengan 1 potong ayam, 1 nasi, dan 1 gelas pepsi.
Singkat cerita makanan habis, kami kenyang, dan semangat kami menyala kembali. Kami siap berpetualang, hahahaha!

Berjalanlah kami dari titik start itu menuju titik patokan paling aman, air terjun tinggi yg terlihat dr menara tadi. Kami cukup menikmati perjalanan karena disuguhi pemandangan menghijau yg menentramkan mata. Apalagi pohon2 rimbun lumayan menyejukkan perjalanan kami. Selagi asyik berjalan, kami menemukan 1 wahana aneh berbentuk seperti bajaj, atau sepeda, atau malah gabungan dari keduanya. Kami menghampiri kendaraan yg disebut Tuk-tuk itu. Ternyata di sebelahnya ada pula penyewaan sepeda, mulai dari sepeda biasa sampai sepeda tandem pun ada, dan pangeranku mulai tergoda mencicipi sepeda tandem yang unik itu.
Dan kami pun, 6 orang ini, asyik mengayuh sepeda bersama2. 2 sepeda tandem untuk 2 pasangan, dan 2 sepeda BMX biasa. Aku sudah lama sekali tdk bersepeda, membuatku agak takut untuk kembali mengendarainya. Apalagi ini sepeda tandem, yg sama sekali belum pernah kucoba, dengan 2 sadel dan 2 stang depan-belakang. Pangeranku meyakinkanku, dan perjalanan dimulai lagi.

Ternyata sangat asyik bersepeda bersama-sama. Apalagi pemandangan yg disajikan tertata dengan sangat indah. Kami melewati rerimbunan pohon, semak, bunga-bungaan, dan danau yang terlihat menyejukkan. Jalur bersepeda ini tampaknya memang didesain khusus untuk pengendaranya, disajikan dengan apik khusus untuk yg ingin santai bersepeda. Kami menemukan tempat berteduh yang asri, gazebo sederhana yg dikelilingi pepohonan di pinggir danau, dengan angin berhembus segar. Maka kami tak sia2kan tempat itu, kami melepas lelah dulu disana. Sambil nyemil2, berfoto2, makan2an yg dibawa, minum2an yg tersedia. Aku sendiri merasa tempat itu surga...sayang itu hanya perhentian sementara, padahal aku betah seharian di tempat itu. Tempat yg sepertinya cocok untuk menenangkan diri sambil menatap air danau yg beriak-riak, tepat di pinggir danaunya yang menjorok kebawah. Duduk melamun disana sambil melempar batu ke air sepertinya mengasyikkan, apalagi ditemani kekasih hati (melambung mengkhayal...hahahaha). Jangan deh, nanti jadinya film FTV lagi.

Kami masih harus melanjutkan perjalanan, mereka masih mau berkeliling lagi. Dari tadi aku lihat pangeranku begitu bersemangat mengayuh sepeda kami, tidak peduli teriakanku yg ngeri. Dia begitu percaya diri pada kemampuannya. Padahal aku bukan cuma ngeri jatuh, aku juga ngeri putaran rantai sepedanya yg tepat dibawah kakiku, aku takut kakiku tersangkut krn tidak bisa mengikuti ritme kayuhannya.
Benar saja, hal yg ditakutkan terjadi, di perjalanan pulang kakiku tersangkut pedal kayuhan, dan ada suara patah di belakang. Sepeda kami berhenti. Ternyata ada yg patah krn kekuatan kakiku yg tersangkut. Padahal kami sudah berjalan jauh, kami bingung dengan apa kami mengembalikan sepeda ini ke tempat peminjamannya. Jalan satu2nya adalah, dituntun.
Aku bersama pangeranku menuntun sepeda tandem yg panjang itu, kadang bergantian dengan Rivan, temanku. Sementara Nanda masih asyik bersepeda disana, menikmati kemerdekaannya. Selama acara wisatai ini Nandalah yg paling riang. Ia mendadak seperti anak kecil, apalagi ketika bersepeda, ia sih mengaku sudah lama tdk bersepeda santai seperti ini, apalagi ia menyukai pemandangannya. Aku ikut senang melihatnya senang, sudah rahasia umum kalau anak ini terlalu lama terkurung di rumah. Baguslah, setidaknya dia perlu sedikit cahaya matahari agar sehat. (Hahahaha!)
Perjalananku makin melelahkan dengan acara menuntun sepeda itu. Aku merasa bersalah kepada pangeranku yg terpaksa kerepotan. Aku merasa bersalah karena mengacaukan moodnya. Walau berkali2 ia bilang "Santai aja sih!", tapi aku tahu dari wajahnya ia sangat menyesali hal itu. Padahal tadi ia sangat riang bersepeda, padahal ia tadi begitu bersemangat mengajakku bersepeda. Aku kehilangan wajah cerianya, dan aku pun menyesali hal itu.
Tapi aku coba menikmati perjalanan ini, dan membuat dia menikmatinya juga. Maka sesekali kami berhenti untk berfoto2 riang. Dan aku selalu tenang ketika bisa melihat senyumnya, akhirnya dia bisa sedikit terhibur.
Dalam hati aku masih khawatir padanya, dan masih memendam perasaan bersalah.
Untung semakin sore langit semakin bersahabat dengan kami, cahaya mentari semakin jinak. Dengan mimik kelelahan setelah melewati rute petualangan yg panjang, akhirnya kami tiba juga di tempat penyewaan sepeda. Wajah pangeranku berubah tegang, takut ditimpakan uang ganti rugi dan semacamnya. Aku coba menenangkan dia dengan berjanji menanggung semua biaya yg akan keluar.
Setelah kami menceritakan kondisinya, untungnya si pemilik sepeda mengerti. Katanya memang sering kejadian seperti ini. Untung saja kerusakan yg dialami tdk parah. Kami pun dengan lega mengakhiri petualangan ini. Sekarang saatnya...mencari tempat terbaik untuk foto-foto.

Untung kuajak Rivan di perjalanan kali ini. Kali ini ia memainkan peran penting dalam mendampingi cowokku yg merupakan senior kesayangannya, guru spiritualisnya, dan master percintaannya (Hahahaha). Ia cukup meringankan beban pangeranku saat kami dilanda kesulitan tadi, ia pun lumayan menghibur cowokku dengan ceritanya, lumayanlah untk mengalihkan perhatian agar lelah tidak lagi terasa saat berjalan. Ia selalu setia di samping Afry seperti Robin yg setia disisi Batman walau kuakui, kadang aku cemburu. (Hahahaha)

Kami berfoto2 riang seperti orang gila, memanfaatkan kesempatan sepi ini di lahan seluas ini. Tempat ini seolah hanya milik kami berenam. Aku bahkan memiliki satu sesi foto romantis bersama pangeranku. Dan aku tau, pangeranku selalu suka hal itu. Dia org yg suka mendramatisir foto, sedangkan aku suka mendramatisir suasana, paduan yg perfect bukan?

Pulang, itulah yg kami inginkan sekarang berhubung badan lelah bercampur kotor karena sempat main air di taman tadi. Kami pun menuju tempat parkir. Sempat terbersit untuk mampir makan sebentar, tapi memang sebaiknya diluar lahan wisata itu untuk meminimalisir pengeluaran.


Kami konvoi untuk pulang. Sialnya aku dan pangeranku terpisah dengan teman2 lain di jalan. Mereka mencariku dan pangeranku. Untung pangeranku tahu jalan pulang. akhirnya kami sepakat untuk bertemu di satu lokasi yg amat familiar, kampus kami tercinta.

Disitu aku kembali panik, aku tahu pangeranku mulai mumet dengan segala kendala ini. Dia terlihat sensi, ia pasti sedang pusing memikirkannya. Aku mencoba menenangkannya dan menghiburnya agar ia bisa menikmati perjalanan.
Alhamdulillah, pangeranku mulai bisa bercanda tengil lagi. Aku tak terkira bahagianya saat mengetahui hal itu. Aku tidak mau melihat pangeranku kesusahan, aku ingin dia selalu tersenyum dan selalu senang. Aku rela membayar dengan apapun asalkan bisa melihat senyumnya terus terkembang. Karena aku paling suka senyum manisnya.

Sampailah kami berdua di tempat yg dijanjikan, kampus yg tercinta. Kami sempat mengobrol sebentar dengan teman kampus kami, hingga 4 teman kami akhirnya muncul. Kami memutuskan untuk makan nasi uduk di dekat kampus.

Karena aku tahu, pangeranku sangat kelelahan setelah -semua masalah diluar kehendak kami tadi-, aku pesan dan tanggung makanan untuknya. Aku memang merasa bertanggung jawab dan sempat berjanji tadi, akan memberinya makan dan minum yg banyak sesukanya agar lelahnya terobati.

Aku senang melihatnya sumringah lagi, seolah melupakan masalah yg td telah mendera. Hingga kami berkumpul di rumah Rindhya, teman kami, sebelum pulang, pangeranku masih asyik dalam pembicaraannya. Aku mulai lega melihatnya kembali menikmati harinya.
Semoga ia menganggap hari ini mengasyikkan. Karena aku selalu ingin menciptakan momen berkesan untuknya.